#57TahunTelkom #DigitalBisaUntukSemua
Belajar via online bikin ngantuk!
⁃ X si Pelajar SMP
Kerja dari rumah memang enak, kerjaannya yang kurang enak
⁃ D si Pekerja Korporat
Jualan bagaimana ya kalau harus online, baru dalam pengiriman langsung basi
⁃ W si Penjual Makanan Jadi
Begitulah fakta yang terjadi kurang lebih 2 tahun ini. Aktivitas pendidikan, pekerjaan, dan ekonomi mengalami kesulitan yang berarti. Kegiatan ekonomi adalah sektor paling besar terdampak. Bukan hanya kegiatan ekonomi dalam aspek produksi barang, namun juga jasa.
Penjahit menjadi salah satu profesi penyedia jasa yang cukup terdampak pandemi. Pembatasan kegiatan berhasil menurunkan jumlah pesanan para penjahit, dimana kegiatan yang biasanya selalu menggunakan jasa ini seperti pesta pernikahan dan acara besar lainnya dibatasi.
Kesulitan penjahit tersebut membuat sebuah Startup, Jahitin.com memutar otak untuk mengubah mitra-mitranya menjahit masker-masker kain. Pembuatan produk masker yang sangat bernilai di era pandemi secara massal dilakukan secara online sehingga lebih mudah.
Itu adalah salah satu contoh inovasi gabungan untuk menyelamatkan sektor jasa industri tekstil dan lingkungan. Selain permasalahan di atas, ternyata ada tantangan lain di industri tekstil yang memiliki cukup efek yang besar kepada lingkungan.
Dimana masyarakat khususnya generasi sekarang lebih menyukai pakaian merek luar hingga rela membeli pakaian bekas yang dikenal dengan fenomena thrifting.
Di satu sisi, membeli pakaian bekas merupakan tindakan yang mendukung sustainable living. Hal yang disayangkan ialah tren thrifting lebih sering memperjualbelikan merek luar dan proses distribusi yang tidak bisa dijamin kebersihannya.
Membeli pakaian bekas memang memberi pengaruh ke masyarakat untuk tidak membeli pakaian baru, namun, angka produksi tekstil meluncurkan pakaian baru tidak akan menurun.
Di lain hal, tren fashion yang saat ini semakin berkembang, peningkatan permintaan di bidang fashion pun meningkat terjadi dengan masif. Semakin sering mengikuti fashion, semakin sering kita membeli walaupun pakaian yang sesuai fashion itu bekas membuat pakaian lama yang sudah tidak tren pun menjadi bekas dan dibuang
Yang awalnya dipilih sebagai langkah untuk menghindari pengaruh “Semakin banyak beli, semakin banyak buang”, namun pakaian bekas juga memiliki jangka waktu kelayakannya hingga akhirnya akan tetap terbuang. Hal tersebut terlihat seperti tidak ada bedanya alias tetap menjadi limbah.
Menurut data, pewarnaan tekstil dari Industri Fashion menjadi polutan air terbesar kedua di dunia, karena sisa air dari proses pewarnaan sering kali dibuang ke selokan dan sungai. Padahal, limbah ini mengandung zat-zat sisa pewarna kimia sintetis yang berbahaya bagi lingkungan.
Lalu, bagaimana langkah yang lebih baik?
Memberdayakan para penjahit dan pekerja kreatif sektor tekstil untuk me-recycle pakaian lama kita bisa menjadi alternatif baru.
Banyak pakaian lama yang tidak terpakai, ataupun sudah tidak layak karena ukuran yang sudah tidak relevan maupun kerusakan-kerusakan kecil hingga besar terhitung masih bisa diselamatkan.
Tindakan me-recycle dimulai dengan mengubah, membuat ulang, mendesain ulang hingga menjahit ulang pakaian-pakaian tersebut.
Selain menyelamatkan pakaian lama yang berpotensi merusak lingkungan apabila dibuang, tindakan me-recycle seperti ini juga membantu kreativitas kita di tengah pandemi yang serba terbatas ini.
Tidak hanya dengan me-recycle, memanfaatkan ide pertukaran atau barter pakaian sesuai kesepakatan menjadi alternatif lain dengan menyesuaikan needs dan wants masing-masing pelaku pertukaran demi mengurangi tingkat pembelian pakaian.
Dengan usaha-usaha inilah, kita dapat menyelamatkan eksistensi para penjahit di industri tekstil sekaligus menyeimbangkan lingkungan yang sedang terpuruk akibat pandemi.
Semakin banyak beli, semakin banyak buang
Semakin banyak usang, semakin banyak recycle
Semakin banyak recycle, semakin kreatif
Salsabila Sumarsono
19 Agu 2022 14.25 WIBkeren🤩