Dulu Bertemu Setiap Hari, Sekarang “Berjumpa” Lewat IG Story

"Berjumpa" via layar media sosial. | Foto: Freepik.com


#DigitalBisa #UntukIndonesiaLebihBaik

Salah satu hal menyenangkan dari pergi bersekolah adalah bertemu teman-teman. Lupakan materi Fisika dan hitungan Ekonomi yang melelahkan—toh di jam istirahat nanti, kamu bisa pergi makan bakso bersama sahabatmu di kantin sambil bicara banyak tentang kakak kelas yang mengirimu pesan semalam.

Beberapa sekolah melarang siswanya membawa hape, apalagi menggunakannya di dalam kelas. Mau tidak mau, waktu pun habis untuk berinteraksi dengan kawan-kawan sekelas. Siapa yang piket hari ini? Siapa yang bertugas memanggil guru pagi ini? Siapa yang belum mengerjakan PR? Pertanyaan-pertanyaan serupa senantiasa memenuhi hari-hari di sekolah, menjadikan kita lebih lekat satu sama lain. Selama satu hingga tiga tahun, kita mungkin berada di kelas yang sama dengan seseorang di tingkat SMP atau SMA. Di jenjang pendidikan sebelumnya, SD, kita bahkan bisa “hidup” bersama teman selama enam tahun berturut-turut.

Dimulai dari pemberian ijazah dan ucapan selamat atas kelulusan, hidup kita dimulai kembali. Beberapa dari kita memilih pergi ke universitas, sedangkan yang lainnya langsung bekerja, menikah, atau mengambil gap year. Rasa rindu itu masih bertahan. Setahun, dua tahun, grup alumni yang tercipta di WhatsApp atau LINE masih berdenting. Foto-foto baru, ajakan buka bersama, pergi karaoke, atau sekadar makan malam mungkin kerap kita lakukan bersama. Namun, seiring waktu, kenapa grup itu kian sepi dan kita makin tenggelam dalam kesibukan yang baru?

Seseorang pernah terkejut menyadari teman sekolahnya sudah meninggal sejak dua tahun yang lalu. Mulanya, ia hanya menganggap temannya sibuk dengan peran barunya sebagai ibu rumah tangga. Teman ini kerap meng-update kabar terbaru kehidupannya lewat fitur Instagram Story setiap hari. Jadi, setelah sekian lama tak juga muncul, rasa penasaran itu mendorongnya mencari tahu. Pesan-pesan di DM sudah lama tak terbaca dan tak kunjung dibalas. Nyatanya, penantiannya itu hanya untuk menemukan kabar duka bahwa kawan yang dimaksud telah tenang di alam kekal.

Kamu bisa saja mengalaminya, walau tak melulu soal ditinggal selamanya. Teman dekatmu yang dulu tak pernah absen bertemu, tiba-tiba mengunggah foto dengan anak kecil yang kemudian kamu sadari adalah anak yang telah dilahirkannya sejak tiga tahun lalu. Seseorang berhak membatasi apa yang ingin ia unggah dan tidak, tetapi kabar ini tetap mengejutkan. Bagaimana bisa kamu tidak menyadari bahwa sahabat dekatmu di kelas 12 itu sudah punya anak dan kamu belum mengiriminya hadiah, sebagaimana yang selalu ingin kamu lakukan?

Memang, harus diakui, unggahan beberapa teman tak melulu mengobati rindu. Ada jenis kiriman yang sedikit mengecilkan hati kita. Pencapaiannya besar, sedangkan kita merasa masih merintis perlahan-lahan.

Namun, bagaimana kalau itu caranya merayakan raihannya selama ini? Bagaimana jika, untuk membeli mobil itu, dia harus bekerja bertahun-tahun tanpa mengambil cuti kecuali sangat terpaksa? Bagaimana jika, untuk bisa berfoto bersama anaknya, dia harus mengikuti program hamil sampai hampir putus asa dan terus menyalahkan dirinya sendiri? Bagaimana jika, untuk bisa berkuliah di London, dia harus melamar beasiswa berkali-kali, melatih wawancaranya hingga nyaris menyerah di tengah jalan?

Dalam dunia marketing, konon ada istilah “Bad news is a good news”. Meski terkadang kita merasa insecure, bukankah melihat teman baik kita hidup dengan sehat, berdiri dengan tegap, dan mencapai satu per satu mimpinya juga menjadi hal yang patut disyukuri? Meski sering kali Instagram Story-nya berisi layar gelap dan lagu galau ketika dia baru saja patah hati, pilihan filter di TikTok miliknya sedikit berlebihan, atau cuitan di Twitter-nya code switching terlalu sering, ada perasaan lega menyadari dia masih ada di sini; masih menjadi teman kita sendiri.

Berkaca pada pengalaman hilang kontak begitu saja dengan kawan karib dari beberapa orang, mulai hari ini, tak ada salahnya memaklumi update setiap hari dari teman-teman kita di media sosialnya. Hidup ini terlalu singkat. Waktu kita yang sebentar ini terlalu sayang untuk dilewatkan tanpa memberi emoji reaksi atas IG Story-nya yang lucu, menekan like di unggahan Instagramnya, atau mengisi sisa hari dengan ngobrol panjang di kotak pesan media sosial setelahnya.

Selalu jaga hubungan baik dengan bantuan media sosial, ya.

Komentar

Silakan masuk terlebih dahulu, untuk berkomentar memakai akun kamu.

X

Tekan ESC untuk keluar